Jumat, 06 Juni 2008

MENGKAJI KLAIM KEBENARAN KITA

"Semuanya membela yang benar", persoalannya kebenaran kita saling berbenturan dengan orang lain yang juga menyatakan diri benar. Adakah sesuatu yang salah dalam pernyataan kebenaran tersebut ?
Pertama persoalan perspektif atau cara pandang kita terhadap masalah yang berbeda dengan orang lain, menjadikan pula kita beda pemahaman. dan akhirnya beda dalam memnyikapi masalah tersebut. Asumsinya adalah mungkin kita benar, tetapi bukankah mungkin pula orang lain yang benar ?
Ada problem dalam diri kita seolah seisi bumi harus satu ideologi dengan kita. Ada mission sakre yajng hendak kita paksakan pada orang lain. Agama misalnya, kita paksakan kepada orang lain untuk dianut oleh mereka. Padahal dalam Islam sendiri mislanya jelas-jelas mengatakan "laikraha fiddin" tiada paksaan dalam agama. sebab telah jelas kebenaran itu terang-benderang berbeda dengan kebatulan.
kalaupun Anda, saya sebagai khalifah atau wakil Tuhan di muka bumi. Maka tugas kita adalah menyampaikan (tabligh) dan bukannya memaksakan. Sedangkan selebihnya Kehendak Tuhan sendiri yang dapat menggerakan hati orang tersebut untuk tunduk atau tidak.
Dalam kasusu FPI dan aliansi Kebangsaan, dua-duanya merasa benar.
Persoalan mencuat ketika klaim kebenaran terjadi. danselanjuytnya berubah jadi pemaksaan dan tindak kekerasan. Apakah nilai kebenaran kita sudah diuji oleh kebenaran orang lain ?
Atas nama Tuhan, atas nama agama, kita menyalahkan orang lain dan bertindak arogan. Kebenaran apapun hakikatnya adalah kebenaran yang semu. kebenaran berdasarkan asumsi, berdasarkan teori, berdasarkan pengalaman dan bukannya kebenaran yang mutlak atau hakiki.
Kebanaran mutlak adalah milik Tuhan, dan siapapun dari kita tidak pernah bertemu Tuhan, sebab Tuhan tak bisa di Indra, karena ketika Tuhan bisa dirasakan, bida lihat maka pada saat yang sama dia bukan Tuhan lagi. Oleh karena itu kebenaran hakiki itu bisa dibuktikan apabila kita telah mati. itupun apabila kita percaya terhadap adanya kehidupan setelah mati.
Bahkan kebenaran yang sifatnya ilmiah dan memenuhi syarat-syarat ilmiah tetap saja dalam waktu dan situasi tertentu bisa dikaji dan diuji kembali.
Silahkan diantara kita "merasa benar atau paling benar" tapi jangan paksakan kebenaran kita kepada orang lain setelah menyampaikannya. Apalagi dengan melakukan kekerasan karena sekeras apapun pukulan kita taka akan mampu menjangkau hati yang ada di dalam diri seseorang.

Alimudin, Dosen FAI UNIGA